Tuesday, September 23, 2014

Lilin dan Sampan Basah

Oh, hai! Jumpa lagi.
Kapan terakhir kali kita mewujudkan rencana temu tatap?
Itu purnama yang lalu.

Kau bilang kau perlu aku sebagai lilin demi menerangi kolong rumah panggungmu yang gelap.
"mau mencari kayu bakar untuk membuat rumahku benderang"
Aku ingat ucapanmu yang itu.
Pada saat itu juga otakku mengingat perjumpaan lain.
5 Rabu lalu dari hari itu.
Kamu bertanya bersediakah aku mewujudkan diri jadi sampan untukmu.
"aku ingin memotong pohon di hutan seberang sana untuk membangun jembatan"

Bagian mana yang terdapat aku tidak memenuhi inginmu?
Menggenapi ketidak-mampuanmu?

Bahkan kalau kau berkenan menggunakan potensi otakmu lebih baik lagi,
Aku adalah jelmaan apa yang kau inginkan.
Meski aku hadir dalam wujud yang berbeda dengan citra yang terpatri sejati di kepalamu,
tapi esensiku sama.

Betapa bebal aku yang masih menghamba pada si bodoh yang tidak tahu terima kasih sepertimu.

Bayangkan,
Dia menggunakan aku, Si Lilin, untuk bersusah payah mencari beberapa potong kayu bakar.
Kalau aku tidak salah ingat aku mengumpat begini, "bakar saja rumahmu sekali!"
Dia menggunakan aku, Si Sampan, untuk bersusah payah membelah sungai, mengoyak pohon untuk kemudian dijadikan jembatan.

Hebatnya ketika semua hasratnya terwujud,
Dia melemparkan lilin itu ke antara kayu bakar yang berkeletak dipecah api.
Membiarkan sampan basah itu hanyut terbawa arus sungai untuk kemudian hancur terhempas di ujung horizonnya.

Katakan padaku, pantas bukan kalau aku menyebutnya si bodoh yang tidak tahu terima kasih?

No comments:

Post a Comment